Ahok resmi didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan Al-Quran Surat Al Maidah 51 dengan Pikada DKI.
Dalam sidang itu, Ahok menyampaikan nota keberatan dan kembali membantah bahwa dirinya menghina Islam.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono menegaskan, interpretasi terhadap Surat Al Maidah 51 merupakan domain umat Islam.
"Surat Al Maidah ayat 51 yang merupakan bagian dari Alquran sebagai kitab suci agama Islam berdasarkan terjemahan departemen atau Kementerian Agama artinya adalah 'wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim' dimana terjemahan dan interpretasinya menjadi domain bagi pemeluk dan penganut agama Islam baik dalam pemahaman maupun dalam penerapannya," ujarnya dikutip detik.com.
Ahok dianggap menodai agama dengan menyebut Surat Al Maidah saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Menurut jaksa, Ahok sengaja menyebut Surat Al Maidah 51 untuk kepentingan Pilkada DKI Jakarta. Meski dalam kunjungan kerja, Ahok saat itu menurut jaksa sudah terdaftar sebagai cagub DKI.
"Bahwa meskipun kunjungan tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta akan tetapi oleh karena terdakwa terdaftar sebagai salah satu cagub. Maka ketika terdakwa memberikan sambutan dengan sengaja memasukkan kalimat yang berkaitan dengan agenda pemilihan gubernur DKI dengan mengaitkan surat Al Maidah ayat 51," kata Jaksa.
Dalam kunjungan terkait panen ikan kerapu ini, Ahok sambung jaksa memberikan sambutan soal pilkada DKI dengan membicarakan surat Al Maidah terkait pilihan terhadap pemimpin kepala daerah yang berbeda agama.
Dalam kunjungan terkait panen ikan kerapu ini, Ahok sambung jaksa memberikan sambutan soal pilkada DKI dengan membicarakan surat Al Maidah terkait pilihan terhadap pemimpin kepala daerah yang berbeda agama.
Jaksa kemudian membacakan ulang pernyataan Ahok di Pulau Pramuka yang tercantum dalam surat dakwaan, sebagai berikut:.
"Ini 'kan dimajuin jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017. Jadi kalau program ini kita jalankan baik, saya yakin bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi nggak usah pikiran ah nanti kalau nggak terpilih pasti Ahok programnya bubar, enggak saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya ya kan? Dibohongi pakai Surat Al Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak-ibu ya. Jadi kalau bapak-ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, enggak apa-apa."
Menurut jaksa, dengan perkataan terdakwa tersebut, seolah-olah surat Al Maidah 51 telah dipergunakan oleh orang lain untuk membohongi atau membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, padahal terdakwa sendiri yang mendudukan atau menempatkan surat al Maidah 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi dalam proses pemilihan kepala daerah.
Dalam dakwaan primair Ahok didakwa dengan pasal 156 a huruf a KUHP. Sedangkan untuk dakwaan subsidair, Ahok didakwa dengan pasal 156 KUHP.
"Ini 'kan dimajuin jadi kalau saya tidak terpilih pun saya berhentinya Oktober 2017. Jadi kalau program ini kita jalankan baik, saya yakin bapak ibu masih sempat panen sama saya sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur. Jadi cerita ini supaya bapak ibu semangat, jadi nggak usah pikiran ah nanti kalau nggak terpilih pasti Ahok programnya bubar, enggak saya sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya ya kan? Dibohongi pakai Surat Al Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak-ibu ya. Jadi kalau bapak-ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, enggak apa-apa."
Menurut jaksa, dengan perkataan terdakwa tersebut, seolah-olah surat Al Maidah 51 telah dipergunakan oleh orang lain untuk membohongi atau membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, padahal terdakwa sendiri yang mendudukan atau menempatkan surat al Maidah 51 sebagai alat atau sarana untuk membohongi dan membodohi dalam proses pemilihan kepala daerah.
Dalam dakwaan primair Ahok didakwa dengan pasal 156 a huruf a KUHP. Sedangkan untuk dakwaan subsidair, Ahok didakwa dengan pasal 156 KUHP.
SIDANG akan dilanjutkan Selasa (20/12/2016). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menyampaikan tanggapan nota keberatan penasehat hukum Ahok.
"Untuk menanggapi nota pembertan, kami minta waktu satu minggu, pada Selasa 20 Desember 2016," kata PJU kepada majelis hakim.
Dalam sidang ini, jaksa penuntut umum menjerat Ahok) dengan dua pasal alternatif. Alternatif pertama adalah pelanggaran terhadap pasal 156 a huruf a KUHP. Alternatif kedua adalah pasal 156 KUHP.
Materi di dalam dakwaan alternatif pertama terkait dengan kualifikasi penodaan terhadap agama saat Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta pada 27 September melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, tempat dia menyebut adanya pihak yang menggunakan Alquran Surah al-Maidah ayat 51 untuk keperluan tertentu.
"Demikian pula dakwaan alternatif kedua pada hakikatnya sama, hanya kualifikasinya yang berbeda," ujar Ali dikutip Antara.*
"Demikian pula dakwaan alternatif kedua pada hakikatnya sama, hanya kualifikasinya yang berbeda," ujar Ali dikutip Antara.*
You're reading Sidang Ahok: Jaksa Tegaskan Interpretasi Al-Maidah 51 Domain Umat Islam. Please share...!
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
0 Response to "Sidang Ahok: Jaksa Tegaskan Interpretasi Al-Maidah 51 Domain Umat Islam"